Minggu, 22 Juni 2014

Pelunturan Nilai Pancasila

Nilai-nilai luhur dari Pancasila yang disepakati sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan juga dasar etika politik bermasyarakat dan bernegara, sekarang ini terasa meluntur. Terlebih pada kalangan generasi muda, termasuk di Jawa Tengah. Tidak sedikit dari mereka, terutama generasi pascareformasi (1990-an) tidak mengenal Pancasila.
palagi hafal sila demi sila, memahami nilai-nilai yang terkandung, terpenting mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis mengambil kesimpulan itu setelah secara acak bertanya dan berdialog dengan sejumlah anak muda di Jateng, termasuk mengamati perilaku. Kemelunturan nilai-nilai luhur itu memengaruhi semua sendi kehidupan.

Bahkan nilai-nilai luhur dari tiap sila tersebut belum disentuh, apalagi dilaksanakan secara utuh. Hal itu mengakibatkan kondisi bangsa dan negara — dalam lingkup kecil warga dan wilayah Jateng, amat memprihatinkan dipandang dari ukuran Pancasila. Dalam praktik, kita seperti bangsa yang kehilangan jatidiri dan abai terhadap konsep negara integralistik. Dalam keseharian, kita disuguhi fenomena demokrasi berbasis musyawarah mufakat versus demokrasi berbasis kepentingan individu.
Dulu posisi MPR adalah lembaga perwakilan rakyat tertinggi penjelmaan dari kedaulatan rakyat, namun kini majelis itu ibarat lembaga seremonial yang sederajat dengan presiden. Fungsi MPR yang sejatinya menyatukan berbagai paham politik dengan berbagai kepentingan hidup yang ada di tengah masyarakat, baik berkait bidang ekonomi, sosial, budaya, agama, dan kepercayaan, daerah, maupun etnis, kini majelis tersebut justru telah berubah menjadi pelaksana gagasan politik.
Lebih ironis, sistem politik dulu (sebelum UUD 1945 amendemen) bisa menjamin strategi pembangunan nasional trickle down effect, namun kini setelah amendemen justru menjadi sistem politik transaksional dan demokrasi paradoksal. Fenomena lain yang muncul adalah pemerintahan yang kaya akan lembaga tapi tak mampu melindungi warga.
Revitalisasi Pancasila
Adapun sistem ekonomi yang berbasis usaha bersama atas asas kekeluargaan dibenturkan kepada sistem ekonomi kapitalis berbasis hak asasi dan kepentingan individu. Satu hal yang menyedihkan, dulu kebinekaan sebagai rahmat dari Tuhan dapat memberikan jaminan ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan tapi kini bermetamorfosis.
Dalam praktik kehidupan, kini kita bisa merasakan bila pada awalnya sebagai bangsa yang cinta damai dan ramah telah berubah menjadi bangsa yang sarat dengan pertikaian dan konflik, bahkan menebar brutalisme dan vandalisme. Dalam skala regional, kita bisa memotret fenomena itu di wilayah Jawa Tengah. Dari serentetan fenomena yang mengundang keprihatinan itu, ada baiknya kita kembali merenungkan perlunya merevitalisasi Pancasila.
Bahkan bila perlu pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Revitalisasi Pancasila, diikuti dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari pada segala lini. Ikhtiar itu mengingat realitas saat bahwa salah satu nilai yang terkandung di dalam Pancasila, yakni kebinekaan sebagai rahmat Tuhan YME, ternyata belum terlaksana dengan baik. Padahal dulu kebinekaan dapat memberikan jaminan ketenteraman, kedamaian dan kesejahteraan bangsa.
Terbukti sekarang di Jateng kerap terjadi unjuk rasa yang kadang berujung anarkis, kemudian pertikaian berbau SARA. Belum lagi aksi premanisme, brutalisme, dan vandalisme, sepertinya kita hidup di negeri nirhukum. Lebih memprihatinkan lagi, pemerintahan tidak hadir dalam perisiwa yang sebenarnya masyarakat amat membutuhkan, semisal ketika ada pertikaian massal. Karena itu, pemangku kebijakan, termasuk di Jateng perlu mengambil inisiatif untuk merevitalisasi Pancasila.
Upaya itu bukan berarti melangkah mundur, namun introspeksi untuk kembali menemukan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Kalangan pendidikan bisa menyemaikannya melalui kurikulum di sekolah. (10)
— Dr Sudharto MA, Ketua YPLP Perguruan Tinggi PGRI Semarang, mantan kakanwil Depdiknas (kini Dinas Pendidikan) Jateng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kontribusi Konstruktif Pemuda: